Minggu, 17 Oktober 2010

tugas kasus knowledge management


kasus 1

Kacey Fine Furniture

Pendiri : Jack Barton. Berdiri sejak tahun 1965 di negara bagian Colorado.

Company Profile Kacey Fine Furniture

Kacey Fine Furniture menawarkan pilihan furniture dan perabot rumah terbaik di negara bagian Colorado sejak 1965. Anda ingin renovasi seluruh isi rumah, dekorasi kamar atau hanya mencari sebuah kamar makan, kamar tidur, ruang sofa, kursi, recliner, atau hanya membetulkan sofa, sekat ruangan, karya seni yang mahal, dekorasi dinding home teather, pusat hiburan, kasur, meja ruang tamu, lampu, frame karya seni, perabot rumah kantor, atau aksesoris unik, kami menawarkan pilihan furniture yang berkualitas dan unggul, desain interior, perencanaan dekorasi lantai dan membantu anda menemukan perabot di mana saja. Kami menawarkan harga kompetitif, harga rendah dan termurah dari semua yang anda beli dari kami. Kami beroperasi lima toko furnitur yang cantik terletak di Colorado Denver Metro di seluruh daerah maupun di Summit County. Toko kami terletak di pusat kota Denver, Lakewood, Littleton, Parker dan Frisco, Colorado.

Visi

Menjadi perusahaan furniture nomer satu di Denver. Mengikut sertakan karyawan ke dalam pengaturan administrasi perusahaan. Menghasilkan furniture berkualitas unggul. Melayani pelanggan dengan memberikan kepuasan terhadap apa yang di minta oleh pelanggan.

Misi

- Pelanggan merasa nyaman berbelanja di showroom kami

- Furnitur yang di pilih dapat memenuhi kebutuhan pelanggan

- Pelanggan dapat mendapatkan apa yang diinginkan dan tidak dipaksakan untuk memilih dari apa yang dimiliki

- Pelanggan dapat up to date tentang informasi dari kacey fine furniture

- Furnitur yang di tawarkan kepada pelanggan adalah fresh factory

- Menyelesaikan permasalahan furnitur pelanggan secara cepat

Secara umum, dapat disimpulkan bahwa masalah dan kesulitan yang dihadapi oleh Kacey Fine Furniture (KFF), dapat dibagi ke dalam beberapa masa dan periode waktu.

Periode 1950-1960an:

Pendiri KFF, Jack Barton, merumuskan visi jangka panjang dari KFF dengan merubah namanya yang sebelumnya Kacey Linoleum King, menjadi Kacey Fine Furniture dengan tujuan untuk menciptakan suatu konsep produk furnitur yang berkualitas. Permasalahan utama pada masa itu adalah, bahwa perusahaan tersebut belum berkembang begitu pesat, dengan hanya mempekerjakan 2 orang sales dan seorang sopir sebagai karyawan, serta menggunakan mobil pribadi Jack untuk mengantarkan pesanan barang yang kadangkala berjumlah 5-6 pesanan per hari.

Tahun 1976:

Pergantian kepemimpinan dari generasi Jack Barton kepada anaknya, Leslie dan suaminya Sam Fishbein.



Periode 1980:

Periode 1980-an adalah masa-masa ekspansi bagi KFF.

1981: Leslie dan Sam membuka toko seluas 600 m² di Frisco

1982: Pada December 1982, KFF berpindah lokasi karena gedung yang akan mereka tempati akan dijual dan pemiliknya yang lama telah meninggal. Mereka lalu menemukan lokasi baru yang terletak hanya beberapa blok dari lokasi yang lama dengan sebuah gedung pada lokasi itu seluas 6000 m². Namun permasalahan yang terjadi berikutnya adalah, dengan kepindahan ke gedung baru, dibutuhkan masa transisi, dan selama masa transisi ini, jadwal-jadwal penting harus tertunda dan sirkulasi komisi untuk sales pun terggangu. Beberapa karyawan yang karyawan yang khawatir dengan ini keluar dari perusahaan.

1983: Membuka toko seluas 2700 m² di sebelah barat laut kawasan pinggiran Lakewood.

1984: Meminjam area seluas 1,1 hektar bekas dari pabrik karet Gates untuk digunakan sebagai gudang.

1980an: Masalah kembali muncul sebagai akibat dari perlambatan ekonomi dunia yang turut menyebabkan permintaan konsumen akan furnitur menurun.

1990: Leslie dan Sam menjual rumah mereka dan bekerja tanpa digaji untuk menghindari status “perumahan” bagi karyawan mereka.

1987-1989: Aset perusahaan pada 1987 bernilai sekitar US$ 14 juta, dua tahun sesudahnya turun menjadi US$ 12 juta. Hal ini diduga diakibatkan karena para karyawan di dalam perusahaan tidak mau mengambil inisiatif dan tanggung jawab lebih. Semua masalah ditimpakan kepada manager atau Leslie dan Sam sehingga pada akhirnya membuat karyawan menjadi tidak produktif dan perusahaan mengalami stagnasi.


Periode 1990:

Pada tahun 1992, Leslie mengikuti seminar yang diadakan Jack Stack dan menerapkan suatu metode yang dicetuskan oleh Stack,The Great Game of Business , ke dalam perusahaan mereka. Pada intinya, metode ini berpusat pada suatu konsep sistem management terbuka dimana setiap orang di dalam perusahaan menjalankan misi yang sama terhadap rencana perusahaan.Dengan berlandaskan metode ini, perusahaan mengajarkan seluruh karyawannya laporan arus kas, laporan keuangan, dan neraca lajur yang sesuai dengan level pendidikan dan pengertian mereka. Karyawan diikutsertakan ke dalam pengambilan keputusan di berbagai level di dalam perusahaan.

Dengan konsep ini, perusahaan menciptakan suatu pengertian kepada karyawan bahwa, “inilah perusahaan di mana anda bekerja. Dengan inilah anda akan mempengaruhi orang-orang di sekeliling anda, dengan inilah anda akan membuat keputusan dan tanggung jawab tetapi, untuk membuat keputusan tersebut, tentunya anda harus lebih dulu memiliki sumber informasi yang cukup untuk mendukung terjadinya pengambilan keputusan.”

1995-1996:

Pada April 1995, Entertainment Development Group (EDG) dan United artist Theatre Circuit merencanakan pembangunan teater dan kompleks hiburan di area seluas 7400 m² di sebelah tenggara areal Lower Downtown (LoDo). Satu bulan berikutnya Ascent Entertainment Group membeli tim NHL, Quebec Nordiques dan merubah namanya menjadi Colorado Avalanche. Tim ini kemudian meraih sukses dengan melaju ke babak play-off pada liga baseball musim 1996, menjadikan stadion kandang mereka selalu penuh didatangi suporter sepanjang bulan april-mei.

Kedua hal di atas, rencana pembangunan teater dan kesuksesan tim NHL, Colorado Avalanche melaju ke babak play-off, tampaknya tidak berhubungan dengan kondisi Kacey Fine Furniture. Namun, yang terjadi adalah sebaliknya. Kedua hal tersebut sangat berkaitan erat dengan masa-masa suram yang dialami oleh KFF pada periode pertengahan 1990-an. Dengan adanya rencana pembangunan gedung teater dan kompleks tempat hiburan, disertai dengan penuhnya kapasitas stadion Coors Field (kandang dari tim Colorado Avalanche) yang terletak satu mil di sebelah utara toko KFF, hal ini ternyata menimbulkan masalah serius bagi KFF. Area Lower Downtown (LoDo) atau pusat kota yang tadinya merupakan kawasan komersial berbiaya sewa rendah, secara serta-merta berubah menjadi kawasan bisnis elit dengan biaya sewa tinggi, yang diikuti dengan meningkatnya berbagai macam aktivitas pembangunan di sekitar area itu, tidak terkecuali pembangunan perumahan. Dengan dibangunnya banyak perumahan di area tersebut, seharusnya merupakan keuntungan bagi KFF karena dapat lebih mudah memasarkan produknya dan jumlah konsumen yang potensial pun jadi lebih banyak. Tapi yang terjadi justru adalah sebaliknya,jumlah konsumen yang datang ke KFF mengalami penurunan semenjak didirikannya Coors Field pada 1995 . Semua orang yang datang ke pusat kota bermaksud untuk menonton pertandingan baseball atau hockey di Coors Field. Dengan kapasitas Coors Field yang berjumlah 50200 orang, setiap minggunya ada ribuan orang dan mobil yang datang dan keluar memasuki pusat kota untuk menonton pertandingan baseball atau hockey . Dengan kondisi seperti ini, jalanan mengalami kemacetan dan ketiadaan lokasi parkir. Kemacetan dan ketiadaan tempat parkir yang memadai inilah, yang membuat orang-orang menjadi malas berbelanja di pusat-pusat pertokoan di pusat kota, termasuk di toko KFF.

Seakan belum cukup, Dewan kota merencanakan pembangunan stadion basket yang baru dan menandatangani kontrak kerjasama dengan PepsiCo. Pembangunan stadion sendiri diperkirakan akan menelan biaya senilai US$ 132 juta. Pembangunan rencananya akan dimulai pada tahun 1996 dan akan memakan waktu 2 tahun.

Dengan pembangunan stadion baru ini, diperkirakan akan semakin mempersulit dan mematikan toko-toko dan bisnis yang ada di pusat kota seperti Kacey Fine Furniture dikarenakan kepadatan lalu lintas dan kesulitan tempat parkir.


Posisi Kacey Fine Furniture dalam lingkungan ekonomi global adalah dengan menjadi produsen furniture terbesar ke-4 di Denver setelah American Furniture Warehouse, Weberg Furniture, dan Homestead House.


Posisi Kacey Fine Furniture dalam peta persaingan perusahaan furniture di Denver adalah dengan menyasar konsumen kelas menengah dan menengah-ke atas dan berfokus utama pada kualitas model produk dan jasa yang ditawarkan . Posisi tersebut mirip dengan posisi pasar dari Homestead House.Sementara 2 pesaing besar lainnya, American Furniture Warehouse dan Weberg Furniture cenderung untuk menawarkan varian produk dengan harga lebih terjangkau dan produk dengan kualitas lebih rendah, yang tentunya ditawarkan kepada konsumen dengan daya jangkau lebih rendah.

Dibandingkan pesaing-pesaingnya yang sama-sama memiliki lokasi toko yang tersebar di berbagai wilayah, Kacey Fine Furniture mempunyai keunggulan tersendiri dengan memiliki toko utama yang terletak di pusat kota.

Important knowledge in Company

Salah satu faktor yang menjadikan Kacey Fine Furniture dapat bertahan sejak didirikan pada tahun 1960-an dan bahkan terus berkembang sampai menjadi perusahaan furniture nomor 4 di Denver, adalah karena mereka memperhatikan dengan seksama aspek knowledge atau pengetahuan yang terdapat di dalam dan luar perusahaan.

Informasi dan pengetahuan tersebut antara lain:
Dari dalam perusahaan:

# Informasi pertumbuhan penjualan periodik

#Data-data mengenai ketersediaan produk

# Informasi mengenai muatan barang yang akan dikirimkan


Dari luar perusahaan:

# Informasi pembelian dan trend penjualan produk berdasarkan jenis,corak, warna, serta kisaran harga dari produk-produk yang telah berhasil terjual

# Semua informasi pemesanan, termasuk persediaan barang, pembelian dan profil pembeli


Semua informasi diatas dianalisa dan diteliti secara. Selanjutnya informasi yang telah diteliti tersebut akan disimpan dan dimanfaatkan sewaktu-waktu di masa depan apabila menghadapi pembeli yang sama atau metode pembelian yang sama. Tidak terlupakan juga, semua faktor informasi tersebut akan menjadi tidak berguna apabila tidak ditunjang oleh sales yang kompeten dan mampu menjunjung tinggi kepuasan pelanggan. Oleh sebab itu, Sam Fishbein, salah satu pimpinan Kacey Fine, menyatakan demikian, “Setiap orang mencari produk yang tepat, tetapi ketika pelayanan tidak terdapat di dalamnya, harga menjadi tidak relevan.” Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa faktor pelayanan turut pula memegang peranan penting yang menentukan konsumen untuk membeli produk selain faktor harga.



kasus 2

Salah satu contoh penerapan knowledge management adalah ITCP (Indonesian Technical Cooperation Programmes). ITCP merupakan proyek yang dikembangkan oleh Sekretariat Kabinet Indonesia. Tujuannya untuk berbagi informasi dan keahlian antara Indonesia dengan negara berkembang lainnya. Aktivitas ITCP meliputi pelatihan; studi kunjungan; pertemuan kelompok yang mencakup area pertanian, pendidikan, informasi, sumber alam, perencanaan keluarga, dan sebagainya. Saat ini peserta ITCP tersebar sampai ke 90 negara dengan jumlah mencapai lebih dari empat ribu orang.

Semula proyek ini mengalami banyak kesulitan, tidak hanya dalam proses persiapan dan registrasi, melainkan juga pada proses dokumentasi dan pelaporan. Bagaimana menentukan jenis pelatihan yang paling dibutuhkan; bagaimana mencari dan menentukan kebutuhan akan pakar yang kompeten di bidangnya; bagaimana mengklasifikasikan laporan hasil suatu proyek atau studi agar dapat dimanfaatkan oleh negara lain; merupakan kendala yang dihadapi selama ini dan tidak dapat secara cepat dan optimal ditangani oleh administrasi manual.

Sekretariat Kabinet kemudian memutuskan untuk menggunakan aplikasi berbasis web sehingga kecepatan informasi dapat jauh lebih meningkat, mengingat luasnya area cakupan peserta ITCP. Dengan hanya bermodalkan program penjelajah (browser) dan koneksi ke internet, para peserta dapat dengan mudah memantau laporan proyek serta agenda pertemuan, serta memberikan masukan mengenai kebutuhan akan pelatihan serta pakar.

Masukan ini akan menjadi salah satu faktor penentu dalam pembuatan agenda kegiatan pelatihan ataupun studi. Kemudahan lainnya adalah dalam proses pencarian informasi. Data, dokumen, dan laporan sudah diklasifikasikan dengan beberapa kriteria yang diolah sedemikian rupa, sehingga informasi yang dihasilkan akan optimal dan tepat sesuai dengan kebutuhan dari peserta.



kasus 3
 
Pendekatan yang hampir serupa juga dilakukan oleh United Nations Development Programme (UNDP). UNDP menyediakan suatu fasilitas yang disebut one stop service kepada para stafnya agar dapat mengelola proyek-proyek UNDP di Indonesia. Disebut one stop service, karena semua perangkat lunak (Word, Excell, dan lain-lain), aplikasi database, jadwal kegiatan/kalendar, pendistribusian pekerjaan dan data dapat diakses dengan mudah melalui program penjelajah (browser). UNDP menggunakan program penjelajah agar semua informasi dapat tersaji secara visual, mulai dari proses pemantauan sampai dengan pendeteksian kemajuan dan perkembangannya.

Sistem manajemen proyek berbasis web di UNDP terintegrasi dengan database dan sistem surat-menyurat, sehingga pengguna dapat dengan mudah berkolaborasi baik melalui program e-mail, faksimile maupun dokumen melalui antarmuka (interface) yang sama. Guna mengurangi kesalahan, disediakan juga template untuk setiap dokumen yang sudah baku dan draft pada tiap tahapan proyek yang bila sudah diselesaikan, secara otomatis akan masuk ke langkah selanjutnya dan menjadi semacam tugas (task) untuk pengguna selanjutnya.

Proses aliran pekerjaan ini selain membuat proyek menjadi lebih efisien dan terorganisasi, juga memungkinkan semua pihak melihat sejarah setiap proyek, sehingga memudahkan untuk proses perencanaan selanjutnya seperti sistem database. Pada umumnya akses terhadap data-data yang berhubungan dengan proyek dibatasi dengan simpul-simpul keamanan yang terintegrasi pada tingkat pemakai dan pengelola database.

Sampai saat ini UNDP belum melakukan penghitungan secara rinci mengenai manfaat intranet terhadap pilihan sistem tanpa kertas (paperless system) ini, karena penerapannya baru sebatas penyediaan dokumentasi dalam bentuk intranet, internal memo, pendelegasian pekerjaan, pengumuman, dan katalog. Tapi yang jelas, proses pengambilan keputusan jadi lebih cepat dan efesien.


kasus 4

Knowledge Management (KM) memang bukan barang baru saat ini. Keberadaannya sudah diakui sebagai disiplin ilmu mulai tahun 1995. Namun belum banyak perusahaan dan instansi-instansi di Indonesia yang mampu mengimplementasikannya agar memberikan keunggulan kompetitif tersendiri. KM tidak bisa dilepaskan dari dua hal, yaitu Teknologi Informasi dan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM).
PPSDMS sebagai lembaga yang bergerak dalam pengembangan sumber daya manusia strategis tentunya perlu mengkaji lebih dalam tentang KM. Hal itu bertujuan untuk mendapatkan yang SDM terbaik. Mungkin bukan competitive advantage yang dijadikan sasaran, jika PPSDMS mengimplementasikan KM, mengingat posisinya sebagai lembaga sosial nonprofit tak perlu mendefinisikan kompetitor yang mengancam, walaupun ada sejumlah lembaga yang bergerak dalam bidang yang sama. Dalam konteks sosial, berbeda dengan bisnis, yang berlaku adalah prinsip fastabiq al khairat (berlomba-lomba dalam kebaikan). Akan tetapi, PPSDMS harus menjadi learning organization agar visinya tercapai. Bukan main-main memang visi yang ingin dicapai PPSDMS, yaitu mencetak pemimpin-pemimpin masa depan sesuai yang kriteria yang telah ditentukan.
PPSDMS terlihat telah berusaha menerapkan KM secara khas, namun masih dalam skala kecil. Misalkan, pemberian kritik dan saran oleh peserta atau supervisor. Kemudian pencatatan resume materi oleh peserta PPSDMS. Akan tetapi, ada beberapa temuan yang menarik yaitu, belum adanya manajemen yang bisa menjaga akumulasi pengetahuan dari materi dan acara yang telah diselenggarakan. Contoh kasus, pemateri PPSDMS di masing-masing regional, saya tidak yakin seluruh peserta mengingat materi-materi yang telah diberikan oleh narasumber di tiap-tiap regional. Untuk itu diperlukan manajemen terhadap pengetahuan yang didapatkan dari masing-masing narasumber, sehingga ilmu pengetahuan yang telah mengalir dalam PPSDMS tetap terjaga sampai akhir hayat.
Contoh konkrit lain adalah menyimpan slide presentasi yang telah diberikan oleh narasumber. Bisa saja PPSDMS menambahkan fitur ke dalam portal resminya, sehingga masing-masing regional bisa meng-upload setiap slide atau makalah yang diberikan pemateri. Harapannya, dengan adanya sistem informasi tentang materi-materi yang telah diberikan di PPSDMS, maka seluruh peserta di lima kota dapat mengakses kembali materi tersebut, bila mereka ingin me-refresh pengetahuan yang pernah didapatkan.
Selain untuk keperluan internal PPSDMS, manajemen pengetahuan yang dilakukan bisa juga dimanfaatkan untuk keperluan eksternal. Misalkan saja, seluruh materi presentasi di-publish untuk umum. Hal itu akan menambah manfaat dan pengaruh bagi masyarakat umum. Di era teknologi informasi saat ini, informasi atau pengetahuan bisa tersebar ke berbagai belahan dunia dalam waktu yang sangat singkat. Fenomena ini terjadi melalui medium Youtube (portal video gratis), Wikipedia (kamus online), Google (mesin pencari informasi), dll.
Youtube merupakan situs yang memungkinan kita untuk memasukkan (upload) dan mengambil (download) video dari berbagai pengguna internet di seluruh dunia. Layanan Youtube telah membuktikan bagaimana sebaran pengetahuan itu tidak dibatasi ruang dan waktu. Hal yang sama juga terjadi dalam situs TED (Technology, Education and Design), yaitu sebuah konsorsium di Amerika Serikat yang setiap pekan mengadakan kuliah bertaraf internasional. Di TED, para pemimpin, inovator, dan pelaku perubahan di seluruh dunia berbicara secara berkala. Kemudian hasil rekaman video kuliah tersebut dipublikasikan di internet (www.ted.com). Kini petani di pinggiran kota di India atau anak jalanan di pinggir kota Jakarta pun juga bisa mengikuti kuliah tersebut. Asal mereka mampir ke warnet.
Suatu fenomena yang jarang sekali terjadi beberapa puluh tahun yang lalu. Kuliah online ini tidak hanya terjadi di Youtube ataupun TED, namun beberapa pihak lain mulai menggarap hal ini secara serius. Google pun kini juga telah memiliki GooglePlex (http://video.google.com/googleplex), di situ juga kita bisa mengikuti kuliah orang-orang penting di seluruh dunia dari bidang teknologi, sosial, politik, hukum, ekonomi, dll.
Fenomena-fenomena di atas dalam lingkup kecil bisa digolongkan dalam knowledge management yang memang pantas untuk diterapkan oleh PPSDMS. Ada tiga ukuran dalam menilai suatu teknologi informasi, dalam hal ini TI sebagai salah satu aspek KM, yaitu sebarannya, lama penyimpanannya, dan kecepatan ketersampaiannya. Slide materi bila tidak dipublikasi di internet tentu akan menjadi sampah file di komputer kita yang sudah pasti memiliki sebaran yang sangat sempit. Dengan mempublikasikannya untuk umum, maka materi-materi tersebut telah memberikan nilai tambah.
Perekaman video pada setiap materi di PPSDMS tentunya akan menambah lama waktu penyimpanannya. Sangat mungkin sekali materi yang diberikan oleh Bapak Arifin Panigoro, sebagai contoh, masih tetap terjaga 100 tahun yang akan datang dalam bentuk video. Selain juga video ini bisa kita publish di internet, sehingga seluruh pihak di seluruh dunia (minimal di pelosok Indonesia) bisa mengakses video ini dimanapun dan kapanpun lewat internet. Sehingga pihak lain di luar PPSDMS pun akan mendapatkan manfaat pembinaan, khususnya bagi para pemuda. Harapannya, setiap anak negeri dan pemuda Indonesia juga bisa menjadi target PPSDMS untuk mencapai visinya, yaitu mencetak pemimpin masa depan, lewat video materi dan kuliah yang pernah diberikan oleh PPSDMS. Walaupun mereka tidak sempat bergabung dalam pembinaan di asrama.

Pembahasan :

PPSDMS merupakan suatu lembaga usaha yang nonprofit, tujuannya hanya membantu dalam menciptakan para pemimpin – pemimpin yang berkualitas untuk bangsa tentunya ppsmds tidak perlu memikirkan para pesaing walaupun banyak lembaga yang bergerak dibidang yang sama.

PPSDMS merasa perlu memanfaatkan knowledge management yang ada guna mencapai visi misi mereka. Selama ini PPSDMS selalu mengelola semua knowledge yang ada dengan baik, misalnya menjadikan semua materi dari pembicara-pembicara menjadi slide – slide dan disimpan agar bisa digunakan suatu saat nanti.

Tetapi kurangnya adalah dia tidak memiliki sebuah wadah resmi sebagai tempat tukar menukar pengalaman dari para lulusannya, disini PPSDMS hanya memberikan semua materi dari para pembicara yang dulu untuk bisa digunakan para alumninya kedalam dunia kerja, tidak memberikan kesempatan untuk saling berbagi, informasi satu arah ini lah yang jelek, menurut saya pengalaman yang didapat itu lebih penting dan bernilai ketimbang teori2 yang disajikan.




kasus 5
Pertamina Tingkatkan Kapabilitas melalui Knowledge Management



Knowledge Management Pertamina (Komet) telah diluncurkan untuk melestarikan aset perusahaan berupa pengetahuan,keterampilan, dan pengalaman operasional yang dimiliki individual para pimpinan dan pekerja. Pertamina memandang perlu adanya pengelolaan intangible asset ini agar bisa dipergunakan untuk mendukung berbagai program terobosan yang terus dilakukan Pertamina. “Pemahaman knowledge management ini sangat esensial dan harus dikuasai oleh semua yang ada di perusahaan ini,” kata Dirut Ari H. Soemarno ketika meresmikan

Komet di Lantai M, Gedung Utama, Kantor Pusat Pertamina, Rabu (5/11). Dirut menekankan perlunya

pengetahuan teknis operasional diketahui seluruh pekerja Pertamina, termasuk pekerja di unsur penunjang

Oleh karena itu, kata Ari, tata cara mengelola pengetahuan kita sendiri sangat penting dipahami bersama. “ Ini adalah bagian dari transformasi kita, bagian dari upaya kita untuk memperbaiki diri,” tegas Dirut. Hadir juga dalam acara peluncuran Komet, Direktur Umum dan SDM Waluyo, dan pembicara khusus Deputi Senior Gubernur Bank

Indonesia Miranda Gultom. Miranda Gultom membeberkan pengalaman BI membangun Knowledge Management. “Harus ada beberapa orang yang menjadi motor dan jangan lupaharus didukung dana dan infrastruktur,” katanya.

Program Knowledge Management, menurut VP Strategic HR Hasnil Rasyid membuat setiap pekerja dapat berbagi pengalaman, berbagai pengetahuan, tentang apa yang dimiliki dan apa yang dimiliki teman kerja. “Selama ini knowledge masih melekat pada individu-individu. Dan itu perlu dibagi dengan orang lain, sehingga saling memperkaya sebagai explicit knowledge yang dimiliki secara bersama dan bisa dilatihkan kepada orang lain,” jelasnya. Bagi pekerja yang ingin menyumbangkan pengetahuan, pengalaman, dan keterampilannya bisa mengakses portal.pertamina.com. Di situ pekerja bisa menuliskannya sehingga menjadi pengetahuan yang bisa diakses oleh pekerja lain. Tujuan pengelolaan pengetahuan ini menurut Dirut Ari H. Soemarno adalah dalam rangka mendukung berbagai terobosan yang dilakukan Pertamina yang selalu menuntut menggunakan pengetahuan kita secara optimal. Dirut mengakui Pertamina belum memiliki pengalaman dan belajar secara sistematis bagaimana cara pengelolaan pengetahuanpengetahuan, data-data yang dimiliki oleh perusahaan. “Inilah kenapa pada hari ini kita me-launching Knowledge Management System, bagaimana cara kita mengelola pengetahuan, data, dan sebagainya. Karena itu harus kita manfaatkan secara optimal,” tegasnya. Hal tersebut, menurut Dirut, untuk meningkatkan selalu pendapatan perusahaan. Karena hanya dengan itu, maka taraf hidup para pekerja Pertamina bisa meningkat. Itu semua harus sejalan, kata Dirut. “Tidak bisa yang satu maunya duduk-duduk tapi tetap gajinya naik. Nggak bisa. Itulah intinya kita sebagai badan usaha yang harus terus bersaing dan kompetensi untuk meningkatkan kinerja,” katanya. Sementara itu Direktur Umum dan SDM Waluyo menegaskan dari sisi infrastuktur sudah dipersiapkan memadai, namun dari sisi people behavior-nya, perilaku kita untuk mengembangkan dari tacit knowledge

(pengetahuan yang tersimpan, red) menjadi kodifikasi dan bisa diambil orang lain sangat penting sekali. “Knowledge Management akan kita jadikan sebagai keunggulan bersaing menuju world class oil and gas company,”katanya.•



kasus 6
PT. Mamberamo Alas Mandiri adalah perusahaan yang bergerak di bidang HPH (Hak Pengusahaan Hutan) yang mendapat ijin HPH pada tanggal 14 oktober 1999, berlokasi di pulau paling timur Indonesia yaitu Papua. Dengan mengantongi ijin areal seluas 677.310 hektar, PT. MAM membuat manajemen mengambil keputusan untuk melaksanakan produksi menjadi 2 Tim, yaitu dari sisi paling timur (Unit Tasine) dan dari sisi paling barat (Unit Gesa) untuk mempercepat produksi dan sesuai dengan yang telah direncanakan.

Seiring dengan perkembangan jaman, perusahaan yang dulunya dikelola secara kekeluargaan kini menjadi semakin kompleks baik dari sisi produksi yang semakin tinggi, jumlah karyawan yang semakin banyak dan kompleksitas permasalahan yang menyertainya semakin tinggi juga. Karyawan – karyawan yang bekerja semenjak perusahaan ini baru berdiri, semakin lama semakin nyaman dengan posisi nya sehingga terkadang bila ada peraturan – peraturan yang diberlakukan, ada resistensi dari karyawan senior tersebut.

Menyoroti mengenai tujuan dari dibentuknya hampir setiap perusahaan swasta, yaitu mencapai keuntungan yang semakin meningkat membuat manajemen harus semakin meningkatkan kendali (kontrol) terhadap aspek – aspek yang dinilai sangat memengaruhi profit yang di dapat, misalnya pada PT.MAM adalah biaya tertinggi dari Biaya pemakaian Sparepart & BBM, dan Biaya Operasional & Entertainment, serta Produksi dan Penjualan Kayu tentunya merupakan aspek yang diperhitungkan juga.


Proses Produksi Kayu

Karena PT.MAM adalah perusahaan HPH, maka produksi yang dihasilkan adalah kayu mentah, sehingga proses produksi kayu adalah hal yang vital bagi perusahaan karena sangat menentukan jumlah profit perusahaan tersebut. Berikut adalah proses produksi kayu dari awal sampai dimuat di kapal untuk dijual :

1. Melakukan survey areal

Pada tahap ini, Tim Perencanaan melakukan survey udara menggunakan helikopter. Dimana tujuan dari survey areal secara udara ini adalah untuk mengetahui secara umum (mencari gambaran umum) mengenai pemetaan potensi kayu.

2. Membuat pemetaan lokasi tebangan

Setelah mendapatkan gambaran umum mengenai potensi kayu di areal penebangan, maka Tim Perencanaan melakukan pemetaan lokasi tebangan biasanya dipetakan untuk 2-3 tahun ke depan dan setiap 6bulan-1tahun dilakukan revisi sesuai dengan progress produksi yang telah dilakukan.

3. Melakukan cruising darat

Setelah Peta Tebangan dibuat, maka akan dibentuk suatu tim kecil untuk melakukan survey melalui darat. Adapun survey melalui darat ini adalah survey yang sebenarnya, sangat terperinci sampai menghasilkan laporan yang lebih mendekati riil nya, namun memakan biaya dan waktu yang tidak sedikit.

Setelah dilakukan Cruising Darat, dihasilkan Laporan Hasil Cruising, yang berisikan mengenai jumlah dan jenis pohon, jumlah yang bisa dan tidak bisa ditebang, estimasi kubikasi produksi di daerah yang di cruising.

4. Melakukan penebangan

Setelah didapat laporan hasil cruising tersebut, dilakukan penebangan sesuai area yang sudah direncanakan. Lalu kayu hasil tebangan diletakkan di samping jalan produksi yang telah dibuat sebelumnya.

5. Membawa hasil tebangan ke log pond

Setelah produksi di areal tersebut selesai, atau tempat penampungan sementara di samping jalan tersebut dinilai sudah mulai penuh, maka kayu akan diangkut ke tempat penyimpanan kayu yang biasanya berletak di dekat sungai untuk memudahkan diangkut ke kapal saat akan dijual ke pelanggan.

6. Mengangkut kayu dari log pond ke kapal

Saat ada pembelian, maka kayu akan di angkut ke kapal sesuai dengan pesanan. Biasanya dilakukan menggunakan Excavator dan mesin Hauling.



Faktor Penentu Profit

— Biaya

1. Pemakaian Spare Part

Pemakaian spare part baik untuk mesin produksi, kendaraan transportasi, kendaraan produksi, dan sarana – sarana pendukung produksi secara langsung maupun tidak langsung.

Jumlah Sparepart di Gesa mencapai 13ribu item, dan di Tasine mencapai 7rb item



2. Pemakaian Bahan Bakar Minyak (BBM)

BBM adalah faktor penunjang yang vital bagi produksi, karena kendaraan dan mesin produksi semuanya tergantung kepada bahan bakar.

Untuk pemakaian BBM, seberapa banyaknya ada di dokumen pendukung.



— Produksi

1. Produksi Kayu

Sudah dijelaskan di atas bahwa produksi adalah komponen utama dalam menghasilkan profit.

2. Penjualan Kayu

Setelah melakukan produksi, tentunya untuk mendapatkan uang, hasil produksi tersebut harus dijual ke konsumen.

— Manusia

1. Tidak mengikuti SOP yang ada

Dikarenakan terkadang karyawan adalah yang tidak mengerti akan sistem yang ada, karyawan tidak melakukan sesuai SOP atau standar yang ada

2. Kurang bertanggung jawab

Sulitnya kontrol atau pengawasan dari atasan karena tempat produksi / bekerja yang luas dan diluar pengamatan, terkadang menyebabkan karyawan menjadi malas dan tidak bertanggung jawab atas kerja nya

— Lingkungan

1. Cuaca yang tidak menentu

Cuaca di papua, yang beriklim menyebabkan hujan yang datang tanpa di kira – kira, sehingga bilamana terjadi hujan yang mengakibatkan angin besar dan jalanan sulit di lalui, maka terpaksa produksi dan kerja dihentikan sementara sambil menunggu cuaca membaik. Namun sebaliknya bila cuaca sangat mendukung, kerja tidak akan mengenal waktu baik itu pagi atau malam.

2. Jam kerja menjadi tidak pasti

Karena berada di wilayah WIT atau WIB+2 jam, menyebabkan jam kerja yang sulit dicocokkan dengan jam kerja jakarta, sudah dilakukan beberapa kali penyesuaian. Karena faktor cuaca juga, jam kerja menjadi tidak fixed / tetap. Bilamana cuaca baik siang,malam, hari libur pun produksi dan kerja tetap dilakukan.

— Metode

1. Belum ada pembakuan metode

Belum adanya standar / prosedur yang baku dalam perusahaan menyebabkan tumpang tindih tanggung jawab dan garis tanggung jawab yang tidak jelas.

2. Garis tanggung jawab tiap unit masih rancu

Masih berkaitan dengan point di atas, garis tanggung jawab ditentukan oleh alur prosedur yang semestinya sudah baku.

— Mesin

1. Mesin ada yang tidak layak pakai

Produksi Kayu sangat tergantung kepada mesin yang ada di lapangan / tempat produksi, sehingga mesin senantiasa harus prima untuk mencapai tingkat produksi maximal

2. Produksi menjadi terhambat

Bila mesin produksi terganggu, otomatis akan memengaruhi produksi dan menyebabkan gangguan pada performa / kinerja dari perusahaan

— Material

1. Sparepart yang tidak sesuai dengan yang seharusnya

Contoh kasus ada di lampiran foto yang berada di slide.

2. Keterlambatan pengiriman material menyebabkan hambatan produksi

Karena masalah letak yang jauh dari jangkauan, dan sulitnya transportasi menuju tempat produksi, serta cuaca yang sukar ditebak, menyebabkan pengiriman kebutuhan terkadang terlambat dan memengaruhi proses produksi.

Tindakan Perbaikan yang Disarankan

— Membuat SOP yang baku, untuk menyeleraskan dan membuat batasan – batasan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh tiap unit / individu dalam unit

— Memberikan balas jasa disaat bekerja diluar jam kerja biasa, misal hari libur atau diluar jam kerja.

— Melakukan pelatihan dan penyuluhan tentang cara kerja yang baik dan melakukan program – program untuk meningkatkan tanggung jawab karyawan

— Mengevaluasi kinerja mesin secara berkala, agar mencapai kinerja yang optimum

— Lebih teliti dalam pengadaan barang , khususnya sparepart karena jarak dan waktu yang akan habis sia – sia bila terjadi kesalahan